Minggu, 06 Maret 2011

SEJARAH DAN UNSUR-UNSUR DALAM SEBUAH ROMAN



1.       SEJARAH ROMAN
Membicarakan roman pada suatu masa, ialah membicarakan masyarakat serta masalah-masalahnya pada masa itu, sebab isi roman yang digambarkan pengarang pada umumnya tentang lingkungan kemasyarakatan serta jiwa tokoh-tokohnya yang hidup pada suatu masa.
Sesuai dengan perkembangan kebudayaan dari masa ke masa, hal ini akan terlihat pula dalam perkembangan kesusastraan baik bentuk, isi maupun fungsinya.
Apabila kita membandingkan antara bentuk-bentuk prosa lam yang dianggap timbulnya pada permulaan kesusasteraan, seperti dongeng-dongeng mite, legenda, fabel, hikayat, dengan bentuk-bentuk prosa baru seperti roman dan novel, maka terlihatlah perbedaan yang menyolok antara lukisan masyarakatnya.
Perbedaan-perbedaan dan perpisahan antara bentuk-bentuk ini sesungguhnya disebabkan pula oleh karena berlainan hidup dan berlainan pengaruh.
Perkembangan ilmu pengetahuan serta paham-paham yang dianut masyarakat mempercepat perkembangan bentuk-bentuk kesusasteraan. Pada waktu sekarang ini novel dan roman dalam kesusasteraan Indonesia sering dipersamakan saja.
Jika menurut istilah kesusasteraan Inggris dan Amerika buku-buku yang timbul pada tahun duapuluhan di Indonesia, sejak buku Azab dan Sengsara karangan Merari Siregar sampai sekarang disebut novel, sedangkan hikayat lama termasuk roman. Akan tetapi dalam karangan ini istilah roman yang dipersoalkan ialah yang berasal dari Belanda yang diperbedakan dengan novel.
Adapun novel itu memberikan kosentrasi kehidupen dalam suatu saat yang tegang, pemusatan kehidupan yang tegas, sedangkan roman rancangannya lebih luas, mengandung sejarah perkembangan yang biasanya terdiri daribeberapa fragmen. Penulisan-penulisan roman moderen pada mula pertumbuhannya sangat terpengaruh oleh penulis-penulis Belanja, juga banyak menyadur dan menterjemahkan buku-buku roman Prancis, Perantaraan terjemshsn-terjemahan bahasa Belanda.
Jadi Istilah roman itu berasal dari kesusasteraan Prancis, sebuah bentuk karangan dalam bahasa roman yakni bahasa rakyar sehari-hari di negri itu. Tak lama kemudian artinya berubah menjadi sebuah cerita, hikayat atau kisah tentang pengalaman-pengalaman kaum kesatria.
Sesudah kurang lebih tahun 1400 timbullah roman bucolik yaitu roman pedesaan, terutama cerita gembala dan berbagai roman jenaka yang tidak menyinggung-nyinggung kehidupan sehari-hari. Kemudian sejak kurang lebih tahun 1605 terbitlah karangan-karangan prosa yang telah mengemukakan nilai-nilai manusia serta kenyataan-kenyataan hidup, manusia menggambarkan diri sendiri. Sedangkan pada tahun-tahun terakhir abad ke-XVIII terbitlah roman yang berpokok pada percintaan. Pengaraang modern dalam membicarakan percintaan itu tidaklah separti pada hikayat , akan tetapia cinta yang dilihat dari sudut ilmu jiwa, pelukisan nafsu yang mempengaruhi manusia.
Pada abad ke-XIX bukan saja manusia menggambarkan diri sendiri atau manusia menggambarkan hubungan manusia dengan yang lainnya. Tetapi timbulah unsur-unsur yang melukiskan hubungan hidup manusia dengan gaib atau Tuhan.
Kemajuan perkembangan pikiran dan paham manusia makin lama makin memuncak sehingga roman di Eropa pada abad ke-XIX ini, di jiwai pengaruh bermacm-macam paham seperti nasionalisme, marxisme, kapitalisme dan lain-lain.
Perekonomian bertambah luas timbullah perindustrian , perdagangan, imperialisme moderen. Individu menimbulkan persaingan yang tidak terbatas dalam daerah dan masyarakat. Sedangkan dalam seni timbullah paham I art pour I art, seni untuk seni terpencil dari keperluan masyarakat yang lain-lain.
Sanuse pane pernah mengatakan bahwa dasar-dasar masyarakat barat individualisme, intelektualisme dan materialisme, hal ini timbul karena mereka harus menakhukkan alam, harus mempertahankan dan mempergunakan kekuatan, menyempurnakan akal dan mementingkan keselamatan tubuh dan jasmani. Paham-paham inilah yang menjadi dasar pada perkembangan kebudayaan masyarakat eropa. Dan paham-paham ini pula yang mulai pada tahun-tahun duapuluhan mengalir mempengaruhi kebudayaan masyarakat Indonesia. Kaum ploretar mulai menampakkan dirinya disampaing kaum borjuis. Perihal semua ii sangat mempengaruhi pengarang roman pada masa itu.
Memang penting sekali dalam roman yang baik herus mendekati kenyataan-kenyataan di linhkungan manusia yang sebenarnya. Sebelu jaman modern sudah dikenal humanisme akan tetapi tidak setajam pada masa ini; humanisme berdasarkan kenyataan bahwa batin manusia itu terpecah-pecah dan selalu bertentangan. Perjuangan batin ini dapat kita lihat pada penulis-penulis roman modern yang memberi daya hidup dan daya cipta pada karangannya.
Selanjutnya Pierre H Dubois memperbandingkan antara jaman sekarang dan jaman moderen, dan dengan obyektif di tentukan hubungannya. Dengan cara demikian dapat di ambil kesimpulan, penting tidaknya roman modern bagi pembacanya. Dalam sejarah roman ternyata bahwa tiap-tiap jaman tercermin pada salah satu tokoh roman. Dengan kata lain tokoh itu mencerminkan karakteristik suatu jaman.
Kesusasteraan itu mula-mula permainan kata-kata yang indah. Tetapi pahan ini lama kelamaan dikalahkan oleh paham baru, bahwa pengarang terutama memikirkan dan memusatkan perhatiannya terhadap manusia di dunia ini, pengaruh pengarang harus diperhitungkan. Bukan pengaruh yaanh literer tetapi pengaruh morilnya. Pada pikiran pengarang-pengarang yang terkenal, pada masa ini tak mengapa kalau bentuk karangannya kurang indah. Bentuk dan isinya di dalam seninya telah bersatu padu dan sukar dipisah-pisahkan lagi. Hal ini tak berarti bahwa bentuk menjadi tidak penting, sebab tanpa bentuk isi itu tidak dapat dicurahkan dengan sempurna. Seni akan menjadi bukan seni apabila bentuknya diabaikan.
Demikianlah suatu gambaran secara sepintas lalu tentang perkembangan roman di Eropa yang sangat mempengaruhi pengarang-pengarang Indonesia. Karangan-karangan asli penulis roman modern Indonesia dalam tahun duapuluhan dalam tahun permulaan pertumbuhannya, belum begitu jauh melihat ke duania luar secara mendalam, mereka baru melihat lahirnya saja, sedangkan mereka berkecimpung dalam lukisan yang tengah dialaminya, ialah dalam suasana permulaan terjadi reaksi dari pertemuan kebudayaan barat dan timur di Indonesia, pertentangan kaum tua yang mempertahankan adat dengan kaum muda yang telah degembleng di sekolah-sekolah Belanda dan telah terpengaruh barat.
Apabila kita kita bandingkan dengan sejarah Eropa, perkembangan kesusasteraan Indonesia modern lebih kemudian lahirnya dari pada di Eropa. Seperti kita lihat dalam perkembangan kesusasteraan di Eropa bentuk Roman modern sudah timbul pada awal abad ke-XVII, sedang di Indonesia baru timbul pada awal abad ke-XX.

2.       UNSUR-UNSUR ROMAN
a.       Batasan Roman
Tidak mungkin kita memberika batasan roman yang selengkap-lengkapnya, karena pembucaraannya meliputi segala segi kehidupan. Sebuah roman ialah terutama sekali sebuah explorasi atau kronik bpenghidupan; merenung dan melukiskan dalam bentuk yang tertentu , pengaruh, ikatan, hasil kehancuran atau tercapainya gerak-gerik hasrat manusia.
Banyak pengalaman dari bermacam-macam kejadian dalam perjuangan hidup. Pengarang memperkenalkan dan menunjukakn rupa-rupa acara lahir batin yang selalu berjuang dalam masyarakat. Maka dengan cara demikianlah roman itu ditulisnya, bukan saja baik bagi manusiaperseoranga dalam memperbaiki watak dan perangainya, tetapi juga baik untuk manusia umumnya.
Pengarang melukiskan keadaan suatu negri serta kemajuan-kemajuannya, cita-cita orangnya, sejarah, perekonomian dan lain-lain keadaan, sehingga roman itu mungkin menjadi suatu gambaran yang sempurna dari suatu masyarakat dalam suatu masa dengan orang-orang yang hidup di dalamnya. Si pengarang tidak terikat sekali kepada kerangka cerita. Pembicaraannya dapat bercabang-cabang misalnya tentang pelaku-pelakunya yang dapat dibicarakan satu persatu, sejarah hidupnya dan bisa pula disuruhnya pelaku-pelaku itu bercerita tentang apa saja yang dikehendakinya. Dengan demikian dia dapat memperlihatkan kepada kita, kehidupan seluas-luasnya dari sebanyak-banyaknya segi persoalan.
Menurut pendapat W. Kramer, wujut roman adalah mengikat keseluruhan kehidupan dalam suatu kebulatan yang sangat menonjol, menangkap hal-hal yang asasi dari kehidupan yang berbelit-belit seperti bertemu dalam realitet dan kemudia menggambarkannya dalam garis-garis nyata dalam perkembanganya. Makin luas lingkaran yang dapat dicangkum oleh pandangan pengarang, makin agunglah karya-karyanya, asal kesanggupan komposisinya itu dapat menguasai keseluruhan kehidupan, sehingga tambahannya benar-benar menciptaka suasana disekeliling peristiwa pokok dan kehidupan , dunia luas hanya menjadi latar belakang yang memperdalam persepektifnya.

b.      Pembagian Roman
Suatu cerita secara sederhana terjadi dari tiga bagian, yaitu pendahuluan, isi dan penutup atau penyelesaian.
Mula-mula pengarang memperkenalkan peranan-peranan penting kepada pembaca serta hubungan-hubungannya dengan masyarakat sekitarnya, kemudia isinya memuat pertemuan jiwa dengan jiwa dalam bentuk persahabatan, percintaan, percekcokan, perpisahan dan lai-lain. Akhirnya dalan penyelesaian pengarang memberi kesimpulan dan menyiratkan tendens serta maksut mengajar dan mendidik pembaca.
Pembagian isi ini tidak selamanya diatur demikian, kadang-kadang berbentuk flasback seperti yang terlihat pada roman modern Atheis karangan Achdiat K. Miharja, yang penyelesaiannya di kemukankan pada bagian pertama, sedangkan sesungguhnya bisa dicantumkan pada bagian terakhir.
Mochtar Lubis berpendapat, bahwa setiap cerita dapat di bagi menjadi lima bagian:
1)       Situation (pengarang mulai melukiskan suatu keadaan)
2)       Generating circumstances (peristiwa yang bersangkut paut mulai bergerak)
3)       Rising action (keadaan mulai memuncak)
4)       Climax (peristiwa-peristiwa mencapai klimaks)
5)       Donoument (pengarang memberikan pemecahan soal dari semua peristiwa)
Yang menyebabkan uraian sangat luas dalam pembicaraan seluk-beluk persoalan, maka selain pembagian di atas roman ini sering terdiri dari beberapa fragmen.

c.       Objektivitas dan Kepribadian Pengarang
Lukisan keadan, pengembaraan, kiasan timbul dengan sewajarnya dari pandangan hidup yang sedang berkembang dan tidak merupakan perhiasan belaka, melainkan bentuk dan isi sngat mendalam. Semuanya ini harus mencerminkan wujud batin dari pelaku-pelaku yang merupakan latar belakang dan perlambangan perbuatan.
Suatu pandangan yang tajam menembus sedalam-dalamnya dan sanggup memperlihatkan apa yang terlihat; ini adalah syarat yang terutama dari penulis. Ibarat kita memotret gunung sebagai pemandangan yanga indah , selain dari itu yang lebih penting adalah harus mengetahui lebih dekat, bagaimana kesulitannya apabila gununh itu ditempuh dan diselidiki apakah fungsi gunung itu bagi manusia.
Meskipun obyektivitas itu demikian , jangnlah tanpa kepribadian pengarang. Karena setiap karya seni yang hakiki berakar pada kehidupan pribadi si seniman. Persoalan yang harus diatasinya, pokok pikiran yang seakan-akan memkan jiwanya, kerinduan yang menguasainya, akan kita jumpai lagi dalam gambarannya.
Kita akan mengetahui pribadi Sultan Takdir Alisyahbana, apabila kita membaca buku roman Layar Terkembang dan sekurang-kurangnya kita akan mengetahui jiwa dan pribadi Achdiat apabila kita membaca buku Atheis. Jadi tidaklah kita heran apabila dalam bermacam-macam karya seorang penulis setiap kali kita bertemu dengan pelaku-pelaku yang bersamaan watak dan jiwanya, karena karyanya itu sering dikuasai olae satu soal kehidupan. Umpamanya dalam suatu hasil karya Hamka sering di dapat pelaku yang berwatak sama , baik dalam bentuk roman maupun dalam bentuk novelnya. Soalnya adalah kerena kehidupan Hamka selalu berkecimpung dalam jiwa dan cita-cita agama, terutama agama islam.
Pengarang harus sanggup menyatakan diri sebagai pribadi, sanggup meninggalkan kesan-kesannya, bukan hanya saja terhadap teman sejamannya, tetapi juga pada angkatan-angkatan sesudahnya. Dalam masalah itu Du Perron mengemukakan bahwa seorang pengarang Eropa yaitu Andre Malraux, yang dinyatakan bahwa pengarang ini telah menyumbangkan hasil-hasil karyanya yang berisi likisan-lukisan kepribadiannya yang kuat dan nyata.

 
a.       Foreshadowing (bayangan suatu kejadian yang akan terjadi)
Dalam sebuah roman, pelaku mulai dari waktu muda sampai menjadi tua mereka bergerak dari sebuah adegan ke lain adegan, dari suatu tempat ke tempat yang lain. Supaya jalinannya harmonis, maka pengarang mmpersiapkan terlebih dahulu keadaan-keadaan, setting dan gerak garik yang sesuai dengan kejadian pada masa yang akan datang, hal ini untuk menghindari kejadian yang tiba-tiba.
Suatu kejadian yang tiba-tiba pada suatu scene, tentu akan mengganggu jalannya ceritanya. Penulis berusaha supaya hasil lukisannya sejak mulai sampai selesai tidak menjemukan pembaca. Tidak hanya bagian permulaan saja yang menarik perhatian pembaca itu, tetapi sedikit demi sedikit sehingga keseluruhannya dapat menarik perhatian. Pengarang harus senantiasa berusaha membuatpembaca terharu dan kagum.
Pengarang harus memikirkan terlebih dahulu peristiwa-peristiwa yang akan berjalan. Bagi pengarang foreshadowing adalah suatu alat untuk membangkitkan minat pembaca supaya denga suatu kejadian menimbulkan suatu pertanyaan, dan keinginannya membaca sampai selesai.selai dari itu pengarang telah menempatkan suatu latar belakang dari perputaran kejadian dalam pikiran pembaca.
Suatu kejadian atau lukisan tanpa foreshadowing tentu akan merupakan peristiwa deux ex machina, yaitu peristiwa perubahan di luar proses pertumbuhan sebab musabab atau suatu peristiwa yabg tidak masuk akal.

b.      Tema (dasar atau inti tujuan cerita)
Pengarang roman menulis karena dorongan niat baiknya untuk mengemukakan beberapa persoalan, cita-cita serta paham-pahamyang terkandung di dalam kalbunya, kepada masyarakat. Untuk menyampaikan paham-paham serta cita-citanya ini, pengarang mencurahkan di dalam karangannya dengan mengambil dasar atau pokok cerita yang mengikat seluruh kejadian.
Meskipun pokok cerita itu tidak dijelaskan oleh pengarang, tetapi akan terasa dasar itu pada tiap-tiap bagian dan keseluruhannya. Dasar cerita itu disebut dengan tema.

c.       Plot (rentetan kejadian yang berhubungan dan satu sama lain merupakan sebab dan akibat)
Dari pokok cerita atau tema itu terasa sekali ada benang harus yang memperhubungkan dan mengikat tiap-tiap kejadian, sedangkan tiap-tiap kejadianpun saling berhubungan sehingga seluruh cerita merupakan suatu kesatuan yang tidak dapat dipisah-pisahkan.
Jika ada bagian yang kita hilangkan, maka rusaklah jalan ceritanya, karena tiap-tiap bagian itu sesungguhnya merupakan bagian-bagian dari pokok inti cerita. Benang-benang halus yang menghubungkan peristiwa-peristiwa atau pokok-pokok pikiran itu disebut plot.

d.      Karakter atau watak pelaku
Memberi pokok pada pelaku utama dalam cerita merupakan soal yang penting dalam roman. Tiap-tiap pelaku harus dilihat dari segala segi. Tentang hal ini Hamka pernah berkata bahwa dalam mengemukakan watak pelaku, janganlah bersifat beratsebelah; orang yang jahat digambarkan sejahat-jahatnya, seakan-akan tidak ada padanya peri kemanusiaan, karena orang yang semata-mata jahat saja tidak ada di dunia ini, demikianlah juga yang semata-mata baik.
Dalam hikayat maupun alam romaan modern, jika pengarang mengemukakan beberapa keluarga di dalam karangannya, maka tiap-tipa keluarga ituberanak tunggal, baik anak perempuan maupun laki-laki.
Sultan Takdir Alisyahbana dalam karanganya Layar Terkembang sudah berani mengemukakan dua orang bersaudara, sesuai dengan temanya , ialah untuk membandingkan antara kedua saudara itu Tuti dan Maria, mana yang memang wanita emansipasi yang disodorkan Sultan Takdir Alisyahbana kepada masyarakat.
Sedangkan roman moderen sesudah perang , Keluarga Gerilya karangan Pramudya Ananta Toer, pengarang ini sudah berani lagi mengemukakan satu keluarga beranak banyak dan ditambah pula dengan beberapa pelaku tambahan. Di sini terlihatlah kesukaran-kesukaran pengarang dalam memberikan watak dalam pelaku-pelakunya itu, sehingga tidak sedikit kelemahan-kelemahanya. Walaupu Pramudya telah mempunyai pandangan yang tentang kehidupan dan tentang manusia, tetapi karena terdorong oleh nafsu ingin bercerita, ia kurang memperhatikan kemampuan dan watak pelaku-pelakunya itu. Dalam roman ini pengarang tidak lagi menguraikan jiwa perseorangan akan tetapi berusaha mengemukakan jiwa yang kompleks.
Dalam hikayat mapun dalam roman sebelum perang, terutama dalam terbitan tahun-tahun duapuluhan, tiap-tiap pelaku iti hanya sering terlihat dari satu segi saja. Jika pelaku diberi watak buruk, maka dalam segala hal dan seterusnya dia berlaku buruk, sebaiknya jika ia baik, maka dalam segala hal baik sampai cerita itu selesai.
Tentang watak pelaku ini pengarang dapat mempergunakan berbagai cara, yaitu:
1)       Phisical description (melukiskan bentuk lahir pelaku).
2)       Portrayal of Thought steram or of concious thought (melukiskan jalan pikiran para pelaku-pelaku atau apa yang melintas dalam pikirannya. Dengan jalan ini pembaca dapat mengetahi bagaimana watak dari pelaku ini).
3)       Reaction to event (bagaimana reaksi pelaku itu terhadap kejadian)
4)       Direct author analysis (pengarang dengan langsung menganalisa watak pelaku)
5)       Discussion of environment (melukiskan keadaan sekitar pelaku. Misalnya denga melukiskan keadaan dalam kamar pelaku, pembaca akan mendapat kesan apakah pelaku itu jorok, bersih, rajin atau malas).
6)       Reaction of other to character (bagaimana pandangan-pandangan pelaku-pelaku lain dalam suatu cerita terhadap terutama).
7)       Conversation of other about character (pelaku-pelaku lainnya dalam suatu cerita memperbincangkan keadaan pelaku terutama. Dengan tidak langsung pembaca mendapat kesan tentang segala sesuatu yang mengenai pelaku terutama ini).

e.       Gaya bahasa
Tiap-tiap karangan tidak sama gaya bahasanya. Tiap pengarang mempunyai gaya bahasa tersendiri. Begitupun dalam tiap buku roman terdapat gaya bahasa yang lain-lain. Gaya bahasa itu merupakan susunan perkataan atau kalimat yang timbul atau terjadi dari curahan perasaan yang tumbuh atau hiduo dalam hati penulis, kemudian sengaja atau tidak sengaja menimbulkan suatu perasaan yang tertentu di dalam hati pembaca atau pendengarnya.
Tidak heranlah apanila gaya bahasa seorang engarang atau seorang berpidato, dapat menggambarkan watk atau pribadi serta perjuangan hidupnya. Gaya bahasa adalah wujud dari pikiran dan perasaan dari si pengarang dalam karyanya. sedangkan keindahanya timbul dari pikiran yang dalam dan murni, dari pikiran yang luas dan mengetahui batas-batas melahirkannya di waktu menulis.

Referensi:
Dra Aning Retnaningsih
Roman dalam Masa Pertumbuhan Kesusateraan Indonesia Modern
(1982:13-24)


Liberatus Tengsoe Tjahjono mengklasifikasikan jenis roman berdasarkan tujuan isi, gambaran, tujuan dan maksud pengarang menjadi 12 jenis, yaitu;
1)         Roman Biasa
Adalah roman yang menceritakan cerita atau peristiwa biasa, dimana tindakan dan perbuatan orang-orang dalam roman ini mencerminkan kehidupan jiwanya. Pengalaman dan perbuatan orang-orang yang disebut dalam roman ini ditilik dari luar dan dalam.
2)         Roman Sejarah
Adalah roman yang menceritakan seseorang dalam suatu masa sejarah. Dalam melukiskannya pengarang harus sungguh-sungguh memperlihatkan dan menyelidiki adat istiadat dan kebiasaan serta perkembangan masyarakat pada masa itu. Hal ini untuk menghindari gambaaran yang anachronis.
3)         Roman Bertujuan (bertendens)
Roman yang di dalamnya terselip maksud tertentu, atau yang mengandung pandangan hidup yang dapat dipetik oleh pembaca untuk kebaikan.
4)         Roman Kemasyarakatan atau roman sosial
Adalah roman yang menyajiakan cerita yang bertolak darirelasi manusia dengan lingkungan sosialnya. Hal ini sejalan dengan konsep filosofis bahwa manusia itu merupakan makhluk sosial-individu, di samping sebagai makhluk berpribadi ia juga merupakan makhluk yang hidup dalam lingkungan sosialnya.

5)         Roman Psikologis atau Roman Jiwa
Adalah roman yang menyajikan perjuangan jiwa seorang tokoh. Di dalam hai ini seorang pengarang harus lebih menitik beratkan pada analisis jiwa dari masing-masing tokoh dalam romannya. Dalam roman jenis ini tampak bahwa segala lakuan dan tuturan tokoh banyak dipengaruhi oleh keadaan jiwanya.
6)         Roman Detektif
Adalah roman yang berisi usaha dari aparat penegak hukum atau aparat negara, dalam hal ini polisi atau detektif, membrantas segala tindakan kejahatan yang dilakukan seseorang atau sekelompok orang. Cerita detektif yang baik akan selalu menegangkan diri pembaca. Di Indonesia belum ada cerita detektif yang berhasil. Tetapi di Barat cerita detektif berkembang baik dan melahirkan tokoh tokoh yang terkenal.
7)         Roman Adat atau Daerah
Adalah roman yang menyajikan cerita yang berdasarkan adat atau tradisi masyarakat daerah tertentu. Jadi titik beratnya pada pengaruh adat atau tradisi terhadap perihal laku atau gerak hidup seorang tokoh atau beberapa tokoh. Membaca roaman adat atai roamn daerah ini secara tidak langsung kita diperkenalkan pada keunikan dan keistimewaan dari adat atau tradisi masing-masing daerah yang ada di Indonesia.
8)         Roman Perjuangan
Adalah roman yang menceritakan perjuanangan bangsa Indonesia baik fisik maupun perjuangan batin, untuk mendapatkan kemerdekaan sebagai bangsa. Tentunya roman-roman ini muncul di seputar masa revolusi fisik yang terjadi di Indonesia pada tahun 1940-an.
9)         Roman Wanita
Adalah roman yang melukiskan perjalanan hidup seorang wanita, dunia batin dan dunia lahirnya. Roman wanita muncul bertolak dari kenyataan bertapa banyak, kompleks, dan rumitnya lika-liku hidup wanita. Oleh karena itu pula dunia wanita adalah dunia yang sangat menarik untuk diangkat sebagai sebuah cerita.
10)     Roman Anak-anak
Roman anak-anak adalah roman yang memaparkan kehidupan anak-anak. Tingkah laku yang lucu, gembira, sampai hal yang berbau pertualangan dan berbahaya diungkapkan dengan begitu menarik. Isinya sebenarnya kalau dikaji berupa nasehat-nasehat yang baik bagi anak-anak. Nasihat-nasehat itu diberikan secara implisit lewat prilaku dan tidakan para tokoh dalam roman anak-anak itu
11)     Roman Simbolis
Dalam roman simbolis seorang pengarang bukan hendak memaparkan pengalaman duniawi, tetapi hendak memaparkan pengalaman batinnya.dunia yang hidup ini hanya dipakai sebagai saluran untuk mengungkapkan hal-hal yang adikodrati sifatnya, yang metafisik.
12)     Roman Propaganda
Roman yang isinya semata-mata untuk kepentingan propaganda terhadap masyarakat tertentu.

Referensi:
Liberatus Tengsoe Tjahjono
Sastra Indonesia Pengantar Teori dan Apresiasi
(1988:163-165)